BANTUAN UNTUK KELUARGA | MEMBESARKAN ANAK
Jika Anak Anda Ingin Bunuh Diri
Beberapa tahun belakangan ini, jumlah remaja yang bunuh diri meningkat tajam di beberapa negeri. Kenapa ini terjadi? Apakah anak Anda mungkin punya keinginan untuk bunuh diri juga?
Artikel ini akan membahas:
Kenapa orang tua perlu khawatir soal ini?
Dari tahun 2009 sampai 2019, jumlah remaja di Amerika Serikat yang mengalami gejala depresi bertambah hampir dua kali lipat. Dan selama jangka waktu itu, angka bunuh diri juga meningkat. a
Masalah ini juga terjadi di Indonesia. Menurut sebuah survei pada tahun 2021, satu dari tiga remaja di Indonesia, yaitu sekitar 15,5 juta orang, memiliki masalah kesehatan mental. Dan, lebih dari 80 persen remaja yang melaporkan perilaku bunuh diri mengalami masalah kesehatan mental.
”Anak muda di zaman sekarang mengalami masalah yang belum pernah dialami anak muda sebelumnya . . . Berbagai masalah itu berdampak sangat buruk pada kesehatan mental mereka.”—Vivek H. Murthy, Kepala Dinas Kesehatan AS.
Kata Alkitab: ”Semangat yang hancur menguras kekuatan seseorang.”—Amsal 17:22.
Apakah anak Anda mungkin punya keinginan bunuh diri?
Perhatikan tiga hal ini:
Peristiwa. Apakah anak Anda pernah mengalami peristiwa buruk, seperti kegagalan, putus cinta, atau duka karena kematian orang yang disayangi? Kalau pernah, apakah mungkin dampaknya pada anak Anda lebih besar daripada yang Anda kira?
Perilaku. Apakah anak Anda tidak mau lagi berkumpul dengan teman atau keluarga? Apakah dia tidak tertarik lagi untuk melakukan kegiatan yang tadinya dia sukai? Apakah dia tiba-tiba memberikan barang-barang kesayangannya kepada orang lain?
Perkataan. Apakah anak Anda membicarakan tentang kematian? Apakah dia mengatakan hal-hal seperti: ”Kayaknya lebih baik aku mati saja” atau ”Kalau aku mati, aku enggak akan jadi beban lagi buat kalian”?
Walaupun anak Anda sepertinya hanya ”bicara sembarangan”, bisa jadi dia memang butuh bantuan. (Ayub 6:3) Jadi, jangan remehkan apa pun yang anak Anda katakan tentang keinginannya untuk bunuh diri.
Nah, kalau ternyata anak Anda pernah terpikir untuk bunuh diri, Anda bisa bertanya, ”Kamu sempat terpikir enggak kapan kamu mau lakukan itu dan cara melakukannya?” Dari jawabannya, Anda bisa tahu seberapa cepat masalahnya harus ditangani.
”Kita mungkin ragu untuk tanya ke anak kita, karena kita tidak siap dengar jawabannya. Tapi, itu sebenarnya kesempatan untuk tahu isi hati anak kita.”—Sandra.
Kata Alkitab: ”Isi hati orang ibarat air sumur yang dalam; tapi bisa ditimba oleh orang yang punya pengertian.”—Amsal 20:5, Bahasa Indonesia Masa Kini-LAI.
Bagaimana kalau anak Anda ingin bunuh diri?
Dengan sabar, cari tahu perasaannya. Pertama, puji dia karena sudah mau jujur. Lalu Anda bisa bilang, ”Boleh enggak kamu cerita apa yang kamu alami belakangan ini? Mama (atau Papa) mau bantu kamu” atau ”Boleh cerita enggak gimana rasanya punya keinginan bunuh diri?”
Setelah itu, dengarkan jawabannya dengan sabar. Jangan anggap sepele perasaannya, dan jangan terburu-buru memberikan solusi.
Kata Alkitab: ”Cepat mendengar, tidak cepat bicara, dan tidak cepat marah.”—Yakobus 1:19.
Buatlah rencana. Bantu anak Anda untuk mencari tahu dan menuliskan beberapa hal berikut ini:
Tanda bahaya. Apa yang biasanya dia alami atau pikirkan sebelum keinginan bunuh dirinya muncul?
Kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan apa saja yang paling membantu dia untuk merasa lebih baik dan tidak lagi terpikir untuk bunuh diri?
Orang yang bisa membantu. Apakah anak Anda punya orang-orang yang bisa diandalkan waktu dia butuh bantuan? Orang-orang ini mungkin termasuk Anda, orang dewasa lain, psikiater, atau organisasi yang ahli dalam membantu orang yang ingin bunuh diri.
Kata Alkitab: ”Rencana orang rajin pasti menguntungkan.”—Amsal 21:5.
Tetap waspada. Terus pantau anak Anda, bahkan setelah keadaannya kelihatan lebih baik.
”Waktu anak saya bilang kalau dia sudah tidak punya keinginan bunuh diri lagi, saya pikir masalahnya sudah selesai. Ternyata saya salah besar. Kalau orang yang pernah punya keinginan bunuh diri mengalami masalah lain, keinginan itu bisa tiba-tiba muncul lagi.”—Daniel.
Bantu anak Anda memahami hal penting ini: Apa yang kita rasakan itu hanya sementara. Buku The Whole-Brain Child mengatakan, ”[Perasaan kita] ibarat cuaca. Hujan itu nyata, dan jika kita berdiri di bawah guyuran hujan dan bersikap seakan-akan hujan sedang tak terjadi, maka itu sama sekali tidak masuk akal. Namun, tak masuk akal pula jika kita mengira bahwa matahari tak kan pernah muncul kembali.”
Yakinkan anak Anda. Beri tahu dia bahwa Anda menyayanginya dan pasti akan mendukungnya. Anda juga bisa bilang, ”Mama (atau Papa) akan lakukan apa pun untuk bantu kamu.”
Kata Alkitab: ”Teman sejati menyayangi pada setiap waktu dan menjadi saudara saat ada kesusahan.”—Amsal 17:17.
a Kebanyakan orang yang mengalami depresi tidak bunuh diri. Tapi, banyak orang yang bunuh diri mengalami depresi.